Minggu, 08 Maret 2015

Dia


Dia adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Ibunya hanya mengurusi rumah tangga kala itu, sedangkan ayahnya adalah salah seorang produsen makanan tertentu. Dia, adalah seorang wanita, yang tangguh dan berani.
Wanita itu memiliki kisah hidup yang tidak terlalu indah. Ya, kedua orangtuanya bercerai karena masalah orang ketiga, ayahnya menikah lagi ! Tanpa sepengetahuan ibunya, tapi justru dengan restu dari nenek yang selama ini tinggal di atas atap yang sama dengan mereka.
Tuhan mungkin tengah menguji keluarganya, tapi ternyata ujian itu terlalu berat untuk dijalani. Hingga akhirnya dia dan kedua adiknya hidup harus tanpa keluarga yang lengkap, ayah dan ibu yang jauh. Antara Pelabuhanratu, Parungkuda dan Jeddah.
Masa kecil yang suram ternyata tidak cukup Tuhan beri untuk mengujinya. Beranjak dewasa, dengan terpaksa dia harus menikah dengan seorang lelaki kasar yang tidak dicintainya. Hancur ? Pasti, apalagi saat itu dia memiliki cinta pertama yang tidak mungkin ditinggalkan begitu saja.
Pernikahanpun digelar, cinta pertamanya datang memberikan selamat dengan aroma alkohol yang kuat di sela-sela ucapannya. Tuhan memang benar-benar mencintainya, kehidupan pernikahan juga berjalan dengan tidak mulus. Hampir sama dengan orangtuanya ? Tidak, ini lebih parah.
Suami wanita itu ternyata orang yang benar kasar, main pukul dan main perempuan. Hari-hari berat dia jalani dengan merawat dua buah hatinya. Sesekali ia menangis, merangkai kata-kata rindu pada cinta pertama yang tiada (ternyata tak lama kemudian setelah pernikahannya, laki-laki itu jatuh sakit dan meninggal dunia).
Malam dan kesunyian adalah sahabat sejati yang cukup baik dan setia. Senandungnya mengiramakan melodi hati yang tak terungkap. Lembaran cerita kehidupan itu perlahan menumpuk menjadi satu bundel penuh perih. Suatu waktu bahkan ia melukai dirinya sendiri, hanya untuk menggoreskan sedikit noda merah pada lembar yang suci itu.
Setiap harinya ia berusaha belajar tertawa se-natural mungkin. Bukan karena kesenangan yang dikecap, hanya demi buah hati yang ia cintai. Ya, lantunan manjanya kepada Tuhan hanya berisi tentang permohonan bahagia untuk peri-peri kecil itu !
Kini waktu tengah berbaik hati kepadanya, peri-peri kecil itu mulai tumbuh dewasa. Bahkan mereka tumbuh dengan spesialisasinya masing-masing. Mereka pencipta ! Tulisan sederhana, gaun-gaun menawan, animasi lucu, dan entah apalagi kejutan Tuhan yang lainnya.
Semoga Tuhan dan waktu memang selalu memberinya senyuman, yang lebih hangat dan bermakna dari masa lalu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar