Senin, 28 Desember 2015

Seribu Hari Menanti Hujan #

Kak, jangan buat aku memandangmu dengan kacamata lain
Aku seorang yang tidak konsisten, alright?
Jadi jangan buat aku jahat, aku juga takkan membuatmu jahat
Cukup puncak dan Tuhan yang tau arti keheningan dan kekisruhan itu

(Seribu Hari Menanti Hujan-H)
Negla Tengah, 06.03 WIB

Seribu Hari Menanti Hujan #

Pagi lagi, harusnya dibuat jadi semangat baru yang menggemaskan. Semangat perubahan agar tidak jadi bahan 'ketidaksukaan'. Semangat menjadi lebih baik dari hari kemarin yang keteteran.

Dengar, seperti ada motor cross saja dalam pencernaanku. Menderu tak henti-henti sejak bangun tidur. Mungkin dia lelah karena kuajak bergulat dengan pedas dan asem kemarin siang. Ah, maaf ya 😘

Pagi kemarin kami menjemput sunrise di Puncak Burangrang, pagi ini (walau menjemputnya di celah cahaya yang ada di atap kosan), toh mataharinya masih sama kan? Berarti hari juga masih akan menyenangkan seperti kemarin. Tapi minus ledekan 'pehul' dari A Win yah, minus ledekan 'lemot' juga (dari Kadat dan  A Apit). 😓

Sudah ah, ini hanya kata-kata pembuka pagi saja.

Sebelumnya, terima kasih Ya Allah. Karena masih memberi esa waktu untuk hidup. Maaf ya esa banyak salah, maaf juga solat subuhnya kesiangan. Titip salam buat mamah dan keluarga disana, bantu esa agar perjuangan mereka tidak sia-sia. Titip salam juga buat imam esa, bilangin kalo esa orangnya kalem kok (gak gigit) 😏 dan gak pehul juga 😌

See you next, God :)

Seribu Hari Menanti Hujan-H
Negla, 05.53 WIB

Senin, 21 Desember 2015

Cinta lagi

Cinta akan bergejolak jika kamu menginjinkannya mengisi ruang kosong dalam kepalamu
.
.
Cinta bukan hanya menyukai orang semata, karena itu lebih seperti rasa kagum

Cinta adalah kebutuhan, dan kebutuhan itu tidak harus dipenuhi saat urusan akademik dan organisasi sedang merajai

Cinta adalah ketenangan, bukan keresahan diri yang takut didahului atau dicurangi kawan

Cinta adalah ketulusan, yang tidak memerlukan balasan yang seimbang. Layaknya kasih sayang ibu pada anak, istri pada suami

Cinta adalah api, yang akan membakar diri jika tidak mampu dikuasai oleh akal sehat dan pengendalian Islami

Cinta adalah perbaikan, bukan kebobrokan. Cinta memperbaharui diri menjadi lebih baik

Cinta adalah pembelajaran, untuk menjadi pribadi yang menyenangkan dan bertanggung jawab
.
.
Sudah, begitu saja 🙊

Tanpa Judul #2

Hujan, setengah berbisik tentang larut
mengetuk hati untuk tersadar
dari romantika senja yang terlambat

Kau, maafkan semua ini
andai angin membisikan firasat rindu
lupakan, karena aku hanya bersua

Yudan-Ja yang malang
maafkan semua situasi ini
jangan peduli dan lupakan saja

Kau selamat tinggalku yang tertunda
tertawa di sisa Desember yang kelabu
kemudian menghilang di muka Januari yanh berkilau

(Negla, 0:04 WIB)

Minggu, 20 Desember 2015

Allah, aku rindu.

Allah, aku rindu.
Menjadi gadis baik yang patuh
menjadi pemilik hati yang tidak membenci

Allah, aku rindu.
Selamatkan aku dari keserakahan
selamatkan aku dari kenistaan duniawi

Allah, aku rindu.
Ikrar itu masih sama, aku sendiri
hingga kau perkenankan untuk berdua

Allah, aku rindu.
Bercinta dengan dingin dan air fajar
bercinta denganMu

Allah, aku rindu.
Ingin kembali, memeluk cahayaMu
merasakan kedamaian di setiap nafas

Allah, aku rindu.
Tanpa alasan yang lain
tanpa bualan yang palsu lagi

(Negla, 23:51 WIB)

Tentang Antigen AB #1

Mereka menyudutkan
melabelimu dengan ketidakpastian
lantas tertawa, dan kamu kebingungan

Hanya karena antigen langka
dan beberapa mitos kecil
kau sedikit istimewa di tengah hidup

(Negla, 22:54 WIB)

Yudan-Ja di Sisa Desember

Yudan-Ja yang malang
terperangkap hatiku
di sisa Desember yang kelabu

Andai aku berkoar
maka jangan peduli
karena antigen AB di darahku

(Negla, 22:46 WIB)

AB yang Homesick

Kalau aku bilang aku suka sama Si Aa A, jangan percaya. Atau aku bilang aku kagum sama Si Aa B, anggap aku meracau. Karena kata Novri, orang bergolongan darah AB itu plin-plan dan gak pernah benar-benar suka sama satu orang. Haha, anggap saja begitu.

Tapi kalau aku bilang:
.
Aku mau pulang
.
Itu memang benar, percayai dan lihat seberapa lemahnya si gengsi ini menahan rindu 😢

Kalau mereka tanya 'kenapa esa gak pulang?', aku pasti hanya bisa tersenyun tipis tanpa bisa mengatakan alasannya dengan jelas. Di rumah, aku bukan tipikal yang hangat. Aku pasti akan diam, seingin apapun aku bilang 'sayang' sama Mamah, Bapak, Eka, Anne, atau Gara. Ya, kedua orangtuaku memang tidak mengajarkan bagaimana caranya untuk mengatakan cinta dan bermanis muka.

Hingga akhirnya, perasaan rindu di hati kami hanya akan menetap tanpa terucap.

Lantas di saat seperti itu, aku biasanya akan minta ditelpon untuk mendengar Mamah berceramah kecil tentang kesehatan dan makna kepercayaan.

Andai ceramah itu terdengar secara langsung, aku akan berbaring di sampingnya sambil menatap langit-langit kamar yang terasa sangat tinggi.

Ah, kebiasaan itu.

Seseorang pernah bilang 'kamu harus pulang untuk mengembalikan sebagian jiwamu yang menguap'. Iya, aku ingin. Tapi egoisme selalu menemukan banyak alasan untuk membuat ragaku masih tertahan Kota Kembang.

Entah, sampai sini saja.
Si plin-plan mungkin butuh istirahat 😀😁😂✌

Sabtu, 19 Desember 2015

Kepada Pemilik Hati yang Kosong

Kepada pemilik hati yang kosong
Kepada pecinta aroma petrichor yang lincah
Kepada pecinta lukisan daun di tengah senja

Kepada pemilik hati yang kosong
Kepada hati yang tidak pernah mencoba setia
Kepada hati yang tidak peduli pada pemiliknya

Kepada pemilik hati yang kosong
Kepada dia yang bahagia melihat Ksatria Teratai
Kepada dia yang melempar diri pada pria itu

Kepada pemilik hati yang kosong
Kepada jiwa yang mencoba mengartikan rindu
Kepada jiwa yang memagari diri dengan ketidakpedulian

Kepada pemilik hati yang kosong
Kepada diri yang selalu kusebut sebagai 'Aku'
Kepada diri yang selalu kusebut  sebagai 'Peracau'
.
.
Menunggu After Isya untuk bernyanyi
Di sisi kanan panggung yang terbilang remang, Esa.
.
Sabtu, 19 Desember 2015 pukul 20:36 WIB

Titik Dua Lantas Huruf D

Rasanya menyenangkan: menjalankan apa yang kamu sukai, berimajinasi di kamar yang kamu kehendaki, dan bersenang-senang bersama orang yang tepat.
.
.
Jadi ingat hari kemarin saat aku dengan sendu meminta izin untuk menetap di kamar itu namun terkesan ditidak-bolehkan. Ayolah esa, mungkin kamu sedang sensitif sehingga tidak bisa menerima penolakan, padahal sebenarnya orang itu mengatakan yang sebenarnya. Kamu harus berpikir tentang rumah, bukan tentang kamarmu saja. Tapi....

Akhirnya dengan sedikit lobbying yang tidak terlalu memabukkan (karena tidak dibumbui rayuan gombal), aku mendapat tempat kosong untuk mengisi kamar itu. Maksudku, kami saling bertukar kamar untuk berbahagia. Dan ini menyenangkan, sangat! Bahkan rasanya membuatku ingin teriak dan melompat tidak karuan.

Ok, Tuhan mungkin sengaja membuat skenario ini. Dia ingin meyakinkanku tentang pilihan ini, dia ingin aku memiliki alasan yang kuat untuk terus belajar. Ya, aku harus terus belajar.

Aku ingat catatan kecil yang kutulis di belakang name tag peserta Pusdiklat Geowisata, akhir September tahun ini. Aku ingin jadi seorang cav*r, keliling Indonesia dengan bahagia. Dan sebagai tambahan: aku juga ingin mengunjungi suatu tempat dengan padang ilalang berpermadani bunga lantas berteriak menikmati kebebasan.

Wacana tentang 'kamar' ini adalah wacana tentang aku yang harus belajar untuk mewujudkan keinginan pertama. Sebagian darimu mungkin akan bertanya apa yang kumaksud, tapi lupakan saja jika memang ini terasa tidak penting.

Aku hanya ingin berpesan:

"berusahalah untuk sesuatu yang kamu suka, agar segala tentangnya tetap menyenangkan dan bermakna"
.
.
Di tengah sorai GPS 2015 "Pankromatik"

Rabu, 16 Desember 2015

Surat Wasiat dari Si Nona

Tiba-tiba aku ingin dipanggil 'nona' pagi ini. Ingin menghirup udara lebih dalam, meminum air lebih banyak, dan sedikit berlari.

Baru saja mematikan flight mode di si putih, notifications berdatangan. Ada yang ngasih tau tugas, nyapa doang, bahkan meminang buat donor darah. Baru ditinggal 11 jam nonton Drama Korea aja aku sudah seperti zombie yang tertinggal info aktual 😂✌

Ok, ceritanya pagi ini Nona mendapat ilham: ingin membuat surat wasiat yang semoga saja terbaca dan diingat oleh para secret reader.

Aku tidak ingin meminta Tuhan untuk memperpanjang usiaku, aku hanya meminta semoga Ia mengizinkanku untuk masih bermanfaat bagi orang banyak tepat di hari kematianku.

Aku ingin menjadi pendonor organ!

Apapun itu, ambil saja dari tubuhku jika memang perlu. Ambil mataku yang masih normal ini, ambil ginjal, atau apapun yang memang masih bisa digunakan oleh tubuh lain.

Sebut aku si Nona mellow, tapi telingaku sudah kebal dengan julukan itu.

Wasiat ini sedikit romantis, maksudku aku benar-benar telah memikirkan hal ini sejak dulu. Aku ingin mati tersenyum, dan sambil menunggunya aku ingin selalu menyumbangkan si cairan merah dalam vena-ku.

Entahlah, siapapun.
Sampaikan ini saat aku mati :)
Terima kasih 😘

Selasa, 15 Desember 2015

Tentang Kisah yang Tidak Pernah Selesai

Suatu ketika ada seorang pria high class yang mencintai seorang wanita sederhana. Tapi sayangnya si wanita sedikit tidak menghiraukan, dan pria itu memilih untuk mengejar apa yang dia mau.

Setelah sekian lama, hati si wanita kemudian melunak dan luluh. Mereka menjadi sepasang kekasih yang saling jatuh cinta, lantas bersama untuk jangka waktu tertentu. Setelah itu, mereka saling mengetahui kebaikan dan keburukan masing-masing. Hingga satu ketika sang pria merasa sedikit jenuh pada si wanita, begitupun sebaliknya.

Di sisi lain, tanpa mereka sadari ternyata ada satu wanita yang juga mencintai pria itu, mencintai orang yang sama dan bahkan ingin memilikinya. Namanya wanita ketiga, karena kehadiran wanita kedua tidak seharusnya ada, apalagi yang ketiga?

Katanya, cinta harus diperjuangkan. Kemudian wanita ketiga itu mencoba masuk di tengah hubungan yang meretak. Menjadi sosok malaikat yang menyejukkan hati si pria, menjadi kekasih cadangan. Keadaan itu berlanjut semakin lama, hingga sang pria memilih pergi dan melepas tanggungjawabnya untuk mengutuhkan kembali hubungannya dengan wanita pertama. Dia memilih jadi pengecut, yang pergi untuk mendapat hubungan yang masih utuh. Setelah itu apa? Wanita pertama itu sakit hati dan tertinggal di sudut penyesalan yang menyakitkan.

Ada beberapa hal yang baru orang sadari ketika hal itu benar-benar telah pergi, termasuk cinta, rindu, dan rasa memiliki.

Kemudian pria itu merasa telah kehilangan sosok yang lebih dia butuhkan, dia kembali meracau di tengah kalutnya. Dia ingin kembali, namun saat dia menengok, wanita pertama telah lama pergi untuk menata suasana hatinya. Percayalah, wanita membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menyucikan hati dari rasa cinta, maka sebenarnya wanita pertama tidak pernah benar-benar pergi. Dia hanya mencoba untuk tidak terlihat.

Pria high class yang bodoh itu kemudian mengejar sesuatu yang telah dengan sengaja ia campakkan. Apapun ia lakukan, tapi wanita pertama terlanjur membenci sikapnya. Kini giliran Sang Takdir yang menghukumnya. Iya, merasa kehilangan adalah sebuah hukuman yang tidak bisa dibilang ringan, dan pria itu mendapat hukuman yang layak.

Siklus kehidupan akan senantiasa berputar.

Senja kemarin wanita pertama yang patah hati, sedangkan pria dan wanita ketiganya asyik tertawa renyah. Hari ini pria itu yang patah hati, sedangkan si wanita pertama telah tenang di saat wanita ketiga mulai merasa resah. Besok (kuharap), si wanita ketiga yang patah hati sedangkan si pria dan wanita pertama tertawa renyah bersama-sama.

Mengambil hak oranglain tidak terhitung sebagai sebuah kebaikan.
.
.
.
Ini klise, aku hafal bagaimana akhirnya
.
Namun apa aku menyelipkan akhir yang keliru? Lantas bisakah kau yang tuturkan sendiri bagaimana kisah kita akan berakhir?
.
.
.
Tentang Februari yang tersisa dengan percuma, tentang kisah yang tidak pernah selesai. Tentang kau, aku, dan sedikit egoisme.

Senin, 14 Desember 2015

Tropus yang Dingin

Namanya Tropus, sebangsa manusia purba yang tidak sengaja masuk mesin waktu dan tersesat di dataran tinggi Bandung pada Abad 21-an.

Aku mengenalnya setahun lalu, tidak sengaja dipertemukan di ladang yang sama, universitas berlabel pendidikan kebumian. Tidak sengaja pula disatukan di kelompok yang sama, jadi mau tidak mau saling berhadapan selama masa kaderisasi.

Kami sering berdebat, percayalah! Aku bahkan sangat membencinya kala itu, hingga kakak pembimbing kami kewalahan untuk mendamaikan. Masa kaderisasi itu usai, kami tidak lagi mendapat jam tambahan untuk bertemu, ya walaupun nyatanya masih berada di bawah satu atap dan waktu yang sama.

Kemudian secara tidak sengaja keinginan kami juga sama, mengikuti pendidikan dasar di organisasi kepecintaalaman yang mengharuskan ikatan persaudaraan yang kuat. "Ah, tidak mungkin bisa" tekanku dalam hati. Tapi ternyata keadaan mengharuskan aku untuk mengalah, kami harus belajar menekan egoisme, tidak berdebat dalam beberapa hal sepele.

Dulu, aku selalu suka membantah opininya. Aku juga suka menunjukkan rasa kesalku secara terang-terangan. Ya, orang itu selalu mengubah mood menjadi sedikit negatif. Tapi itu dulu, sebelum waktu mengajarkanku tentang arti persaudaraan. Dengan sedikit rasa gengsi aku katakan, aku menyayangimu sama seperti kesepuluh orang yang lainnya. Sikap tidak peduli yang seakan mengajak perang dingin, itu sedikit terindukan. Kau aneh, iya!

Tentang Tropus, saudaraku yang aneh.
Tulisan ini hanya bertujuan satu hal, memastikan otakku bahwa kita memang tidak sedang perang dingin. Ini hanya pengakuan bahwa aku menganggapmu saudara yang baik, sekarang. Tetaplah jadi konyol dan lindungi kami dari egoisme yang mematikan.

Itu saja. Jadi, damai kan?
.
.
Dari Kosan yang sedang kacau, siswa no. 4
Senin, 14 Desember 2015 pukul 10.31 WIB

Teruntuk Secret Reader yang Bermagis

Aku bukan tipikal orang yang menyenangi dusta, apalagi di depan orang-orang yang berharga. Aku lebih senang menyembunyikan semua itu dalam tulisan, menyelipkannya dengan bumbu kecil kesaktian sastra. Walau sebenarnya aku belum paham betul apa itu sastra.

Menulis blog merupakan kebiasaan baru yang sedang kugeluti saat ini. Percaya tidak percaya, blog menjadi diari maya yang menyenangkan untuk diajak bicara. Sama halnya dengan posisi Perempuan Batu dalam dinasti Utsmaniyah di Turki masa silam.

Hanya saja, aku mungkin terlalu banyak membicarakan banyak orang. Tentang rasa benci, rindu, bahkan sayang. Tentang cerita Bancet, Ksatria Teratai, Ksatria Arogansi, Putri Kopi, Retak, bahkan Tumitis Surya. Semuanya. Dan dengan kesadaran penuh kupersembahkan untuk khalayak ramai, membiarkan mereka mendeskripsikan setiap makna yang terkandung di dalamnya.

Untuk seorang kakak yang dengan rajin membaca tulisan tidak berguna ini, terima kasih. Hanya saja rasanya aku memang tidak bisa menyembunyikan semuanya darimu, maka terkadang aku berharap kau tidak mengerti dan melupakan semuanya. Tapi percayalah, semua terjadi begitu saja. Aku menulis apa yang sedang aku pikirkan. Kehadiran secret reader sepertimu memberi kekuatan magis tersendiri, tapi aku bersyukur karena dengan begitu setidaknya aku merasa tengah bercerita pada seseorang, salah satunya kepadamu.

Semoga kau tidak pernah bosan mendengar keluhanku tentang dunia, tentang sesuatu yang terkadang kupandang dari sudut lain, tentang segala rasa yang selalu datang saat sepi, tentang mereka. Terima kasih :)
.
.
.
Dari perempuan yang sedang bosan pada pagi, Esa.

Tentang Ksatria Arogansi

Aku ragu mengatakan ini, maka aku menulisnya. Aku merindukanmu, sangat. Aku merindukan bagaimana sorot mata tegas dan teduhmu. Aku merindu segala romantisme yang kau tunjukkan dengan sedikit dibumbui gengsi, rasanya kecut tapi memabukkan.

"Apa kabar, kapan pulang?"

Baru kusadari, ternyata di luar sana banyak juga wanita yang dengan bodoh menjadikan dirinya sebagai rumah bagi para pria hidung belang. Apa aku termasuk? Bagaimana menurutmu?

Aku menyadari jalan cerita itu telah lama ditinggalkan, dimana aku dan kau sama-sama enggan untuk menengok. Hanya saja hening selalu membuatku mengingatnya, jalan yang kita lalui bersama untuk menghabiskan sisa Februari.

Kau, masihkah menyeruput alkohol di tengah kalut? Atau bermain wanita di tengah jemu? Atau bertingkah serampangan dan arogan? Meski begitu, kau masih ksatria jahat yang kurindukan. Apa aku boleh berpaling dan melupakan semua luka ini? Kuharap kau jawab 'iya'.

Jantung kehidupanku masih berdetak setelah kau memilih berpisah di persimpangan, tapi rasa setelahnya seakan hambar, bahkan lima Februari kemudian. Tapi perpisahan bagai takdir yang harus dipatuhi, akhirnya kita benar-benar berpisah. Saat itu pagi tidak pernah terasa hangat lagi, dan hujan bahkan membekukan hingga ke hati paling dalam. Aku tersiksa dan larut dalam senyum arogansimu.

Ksatria Arogansi, nama yang cocok kusematkan kepadamu. Kau layak mendapat sedikit rutukanku, walau sebenarnya semua bermula dari kebodohanku membiarkanmu pergi.

Entahlah, aku tidak mau meneruskan.
Aku bosan dan rindu.
.
.
Senin, 14 Desember 2015 pukul 1:31 WIB
Yang tengah alergi dingin, aku.

Minggu, 13 Desember 2015

Selamat Ulang Tahun ke-21 Tumitis Surya

Namanya Rahasia, orang yang aku tempel wajahnya di dinding kamar kosan yang jalur masuknya mirip jalur chimney (kosanku). Tapi tenang, foto itu berisi 12 wajah yang berbeda, yang dipertemukan di Bareti beberapa waktu setelah PMB.

Rahasia, kujuluki siapa ya agar lebih enak didengar? Ok, Tumitis Surya. Nama yang terlintas dari percakapan sepele pagi itu. Tumitis artinya seorang titisan atau manusia hasil reinkarnasi, dan Surya adalah nama lain suatu nama. Jadi, kau adalah reinkarnasi Surya, begitu kan?

Ok, marahi aku jika tulisan ini terlalu dalam menyinggung kenyataan. Walau sebenarnya aku tengah berusaha menutupi semua hal yang bisa dijadikan bahan gosip oleh para penonton. Jujur, aku tidak terlalu suka jika mereka riweuh.

Tumitis Surya, tegur aku jika memang aku terlalu mengusik hidupmu melalui pesan-pesan berisi hal sepele. Hanya saja, kau memang menyenangkan (apalagi untuk diajak bercerita).

Awal kedekatan kita ternyata bukan karena pertemuan seminggu sekali itu, bukan karena foto studio, bukan juga karena satu warna dalam berpetualang. Tapi karena sebuah momen dimana aku tidak sengaja terpilih jadi Perempuan Batu, bukan untuk para penghuni Dinasti Utsmaniyah, tapi untukmu. Untuk mendengar cerita pendakian yang tengah kau rencanakan✌ Aku mencoba menjadi pendengar yang baik, walau sering kali tidak bisa memberi solusi yang efektif.

Ada hal yang kusesali namun tetap harus kulakukan, tentang pendakian yang tidak jadi kau lanjutkan. Tentang sebuah gunung dengan kondisi atmosfer yang tidak stabil, dan mirisnya aku yang tahu penyebab ketidakstabilan itu harus bungkam dan pura-pura bodoh. Walau terkadang secara tidak sengaja aku menyuruhmu mundur, bukan karena meragukan kemampuan mendakimu, hanya merasa takut jika badai itu terlalu besar merepotkanmu. Baiklah, salahkan ke-mellow-an ini, hanya saja aku (sedikit) tidak rela jika kau terluka. Kau terlalu baik untuk itu (mungkin).

Yang berlalu biarlah berlalu, aku mengerti bahwa kau tidak suka membicarakan pendakian yang tertunda itu. Maaf, mari kita lupakan.

Tulisan kecil ini berasal dari hati, mungkin. Untuk Tumitis Surya yang kutulis di tengah hujan. Salahkan ke-mellow-an ini lagi, hanya saja aku memang merasa perlu mengatakan 'terima kasih'.

Terima kasih karena telah menjadi salah satu bagian istimewa dalam lembar kehidupanku, sebagai orang yang dengan entengnya mengejek namun juga membantu. Terima kasih karena sudah mau direpotkan dalam beberapa hal, menolong saat aku terjepit waktu untuk mengumpulkan bundel pertanggung jawaban demi nomor baju, mendengarkan racauanku tentang beberapa hal sepele, dan hal lain yang memang berarti, bahkan aku juga berterima kasih karena beberapa diskusi kecil kita tentang epos Mahabaratha.

Entahlah, mungkin aku sedang lelah dan kembali meracau.

Kau tahu, aku mengenal beberapa orang sepertimu di masa lalu. Kita berpisah karena jarak dan waktu, penyesalanku adalah keterlambatan berterima kasih. Perpisahan adalah suatu yang buruk, memang. Dan aku sadar bahwa hal itu akan terjadi pada kita semua. Aku tahu bagaimana cerita ini akan berakhir, hanya memilih menjadi bodoh dan terlarut dalam keadaan masa kini.

Semoga ini sederhana, semoga kau selalu sukses dan berbahagia: menjadi anak kebanggaan ibu serta keluargamu. Semoga segala mimpi dan harapan akan terkabul. Selamat ulang tahun, masih lama? Menurutku tidak, karena aku ingin jadi yang pertama mengucapkannya. Setidaknya hal itu merupakan tindakan yang baik dari seorang adik, begitukah?

Entahlah, aku bingung melanjutkannya.
.
.
Minggu, 13 Desember 2015 pukul 19.34 WIB.
.
.
Semoga aku tidak lupa memberi link ini tepat di hari ulang tahunmu yang ke-21
.
Dan semoga kau tidak membaca tulisan ini sebelum waktu benar-benar berganti ke pukul 00.01 WIB tertanggal 25 Februari 2016, 🙈🙉🙊

Bancet Kecil yang Meninggalkan Kastil Teratai

Bancet Kecil, adalah sebutan humor yang dicetuskan Aiyanti beberapa waktu lalu. Sebutan itu biasanya ditujukan untuk menyatakan perasaan hati dengan sedikit bumbu komedi dan rahasia kecil.

Salah satu bancet kecil ini menyukai Ksatria Teratai, pimpinan yang merajai seluruh Kastil Teratai. Tapi dengan sedikit rasa gengsi.

Beberapa jam lalu bancet kecil memutuskan untuk meninggalkan kastil, berharap rasa sukanya tidak membuncah dan dia masih tetap bisa melompat lebih tinggi tanpa menghiraukan Ksatria Kastil. Tapi apa daya, itu hanya suatu wujud kepengecutan. Ayolah, jangan mengiyakan 'sebutan' itu.

Saat bancet kecil itu pergi, Ksatria Teratai tidak akan terpengaruh apapun. Semua akan baik-baik saja, seperti sedia kala, dan itu yang benar-benar akan terjadi.

Kebaikan tidak seharusnya ditanggapi dengan perasaan berlebih, begitukah caranya agar beberapa pihak tidak terkesan bersalah? Mungkin iya.

Begitupun dengan kebaikan Ksatria Teratai di malam yang sunyi dan siang yang terik, sama saja (tanggapi dengan biasa).

Bancet kecil harusnya tidak mengumpankan diri terlalu jauh, dia harus kembali pada tupoksinya.

Dan untuk itu semua, bancet kecil memang harus meninggalkan kastil sejenak saja. Sekadar melupakan sedikit ketidak-profesionalitasannya, lantas ia baru bisa kembali setelah semua perasaan itu kembali seperti semula.

Iya, bancet kecil harus kembali menjadi dirinya yang dulu. Tidak peduli. Maksudku, ia harus belajar tidak peduli lagi pada pemikiran orang tentang hidupnya. Belajar tidak peduli pada senandung merdu dari Ksatria Teratai.

Jika begini, kuharap bancet kecil akan mendapat hal yang lebih menantang. Seorang Pangeran Beroda 4, kau kah itu?

Selesai.
Di atas aspal basah Cicaheum, Aku.
Minggu, 13 Desember 2015 pukul 16.11 WIB

Jumat, 11 Desember 2015

Adam dan Rahasia Kecilnya

Seorang Adam mampu menyembunyikan perasaannya selama bertahun-tahun
Aku melihatnya! Dan itu benar.
Mereka benar-benar mampu melakukannya

Lantas apa yang salah dengan Sang Hawa?
Mereka malah sebaliknya

Hawa memiliki hati yang rapuh, hingga berpikir dia membutuhkan seseorang untuk berbagi
Sahabat biasanya!
Jadi lebih romantis siapa sekarang?

Tentu Sang Adam dan rahasia kecilnya
Namun sekecil apapun rahasia, dia tetap melemahkan dari dalam

Seribu Hari Menanti Hujan #134

Aku mengingat masa lalu, lagi
Setelah melihat beberapa orang dengan tidak sengaja datang ke hadapanku

Aku hanya ingin menegaskan, aku tidak pernah menjadi orang bodoh
Kau tahu, itu hanya sedikit menggelikan
Kelakuan itu, menjadi pendengar setia bagi para penggemarmu

Ayolah, apa itu terdengar bodoh?
Jika iya, tidak masalah
Aku tidak peduli, itu sudah lama berlalu

Hanya saja saat ini aku penasaran
Bagaimana mungkin kau menjadi pencinta hal yang sama dengan mereka
Pluviophile hah?

Jangan sudutkan aku, ok aku tidak menyudutkanmu
Semoga ini sederhana, tetaplah cintai matahari itu (karena ia lebih berharga)
Walau kini hujan lebih menyenangkan

Terserah.

(Seribu Hari Menanti Hujan-H134)

Selasa, 08 Desember 2015

Perempuan Batu Karya Thariq Ali

"Rahasia adalah hal yang berbahaya. Bahkan ketika rahasia-rahasia itu perlu disimpan pun mereka akan menggerogoti jiwa kita."

Sabtu, 05 Desember 2015

Catatan Remang dari Cilacap

"Andai seseorang bisa menulis jalan hidupnya sendiri, maka pengadilan hidup akan sangat rumit"
.
.
.
Aku bertemu dengannya di hari pernikahan sahabatku. Kemudian kami berkenalan, lantas aku (yang masih belum baik) ternyata secara sengaja diselipkan Tuhan untuk mengurus kehidupannya.

Dia adalah seorang prajurit Angkatan Darat (atau sebangsanya), yang ditakdirkan untuk selalu bepergian dan menyiksa diri dengan kerinduan. Dia, semoga seorang yang ikhlas dalam menjalankan setiap amanah.

Tak lama berselang, kami saling mencintai tanpa saling membual. Aku (yang masih belum baik) lantas secara sengaja Tuhan titipkan untuk diluruskan agamanya.

Kemudian hari pernikahan itu tiba, aku hanya menjadi sosok yang ingin membahagiakan sebuah keluarga sebelum nyawa terenggut. Baiklah, aku tidak sedang mendo'akan sebuah penyakit datang, tapi tidak pantas juga menolak pemberian-Nya secara mentah-mentah. Biarkan kuasa-Nya yang berbicara.

Kami mencoba untuk saling menepati janji, menikmati kerinduan dengan bertasbih kepada-Nya, serta mencoba mensyukuri percintaan halal hanya berdua.

Kemudian aku akan tetap bepergian, dari nol hingga sekian ribu 'mdpl'. Dengan restu dan do'a manis dari Sang Kekasih yang berada di medan juang. Sebagai seorang yang tengah diuji rindu, aku juga layak mempersiapkan diri jika takdir memaksaku untuk 'kehilangan'.

Di sela rutinitas tugas, kami menyempatkan diri untuk merajut jarak yang sempat merenggang, berkelana dengan tetap bergandengan tangan. Mencapai mdpl lebih tinggi, lorong yang lebih kelam, atau meter tebing yang lebih menantang. Aku berharap dia penjelajah, sepertiku dulu.

Hingga suatu hari aku mendapat titipan indah dari-Nya, seorang peri kecil yang lugu, sosok yang harus kujaga sepanjang hidupku. Aku menamainya 'kasih', pelabuhan kedua yang harus kuindahkan dengan asma-Nya.

Kami lantas berajut tali rindu, aku hanya bertugas untuk memastikan bahwa peri kecil itu tidak pernah lupa pada bakti suci ayahnya di pulau seberang. Aku hanya berusaha mendidiknya menjadi generasi Al-Kitab, semoga Tuhan mengijinkanku untuk melaksanakan yang demikian.

Kami hidup di sebuah rumah yang damai, yang senantiasa ramai oleh gaung kitab dan rasa syukur kepada-Nya. Aku sangat mencintai keduanya tanpa melupakan keluarga kecil lain yang pernah kutinggali dulu, ayah ibu dan adik-adikku.

Lantas Ia akan menguji dengan segala macam ujian, bahkan mungkin dengan kematian. Hanya saja aku berharap semoga pasanganku hingga ke surga adalah keduanya, pria hebat dan peri kecil itu.

Entahlah....
Semoga segala kebaikan mampu terjadi
.
.
.
Catatan Remang dari Cilacap
Jumat, 4 Desember 2015 pukul 23.57 WIB
Tertanda, rindu.

Jumat, 04 Desember 2015

Tanpa Judul

Ada satu kisah yang tidak ingin kubagi dengan tetangga
Hanya dengan catatan maya yang bisu
Yang tidak akan berkomentar walau aku mengucap kata tidak berguna sekalipun

Aku menyukai seseorang, mungkin (entahlah)
Namanya Dia, salah satu putra sulung dari tanah yang permai
Si angkuh yang menyenangkan

Lucunya semua itu terjadi begitu saja

Aku ingat satu hal, entah siapa yang mengatakannya
"Kita tidak pernah bisa terhindar dari cinta, dia bisa saja menyergapmu secara tiba-tiba, hingga kamu tak bisa melawan sedikitpun" begitu
Apakah demikian?

Aku tidak pernah mengharapkan ketulusan yang terkontaminasi dengan rasa yang semu
Aku tidak menginginkan dia jika memang tidak perlu
Maksudku, aku tidak mau kita berubah

Lucunya semua itu terjadi begitu saja

Aku pernah membiarkan diriku tertawa dalam candaannya
Pernah pula menurunkan harga diri dengan menangis dan membiarkannya melihat sisi terlemahku
Ah gila, ini semua jelas membuatku gila

Tapi aku berusaha untuk tidak membuat yang lain berdecih puas dengan pendapatnya mengenaiku
Aku berusaha untuk kembali mengasihi dengan tulus
Aku berusaha untuk kembali menjadi adik yang baik

Lucunya semua terjadi begitu saja

(Rabu, 4 Desember 2015 pukul 0:00 WIB)
Untuk seorang kakak yang mengajarkanku bagaimana menyenangi masa lalu