Sabtu, 05 Desember 2015

Catatan Remang dari Cilacap

"Andai seseorang bisa menulis jalan hidupnya sendiri, maka pengadilan hidup akan sangat rumit"
.
.
.
Aku bertemu dengannya di hari pernikahan sahabatku. Kemudian kami berkenalan, lantas aku (yang masih belum baik) ternyata secara sengaja diselipkan Tuhan untuk mengurus kehidupannya.

Dia adalah seorang prajurit Angkatan Darat (atau sebangsanya), yang ditakdirkan untuk selalu bepergian dan menyiksa diri dengan kerinduan. Dia, semoga seorang yang ikhlas dalam menjalankan setiap amanah.

Tak lama berselang, kami saling mencintai tanpa saling membual. Aku (yang masih belum baik) lantas secara sengaja Tuhan titipkan untuk diluruskan agamanya.

Kemudian hari pernikahan itu tiba, aku hanya menjadi sosok yang ingin membahagiakan sebuah keluarga sebelum nyawa terenggut. Baiklah, aku tidak sedang mendo'akan sebuah penyakit datang, tapi tidak pantas juga menolak pemberian-Nya secara mentah-mentah. Biarkan kuasa-Nya yang berbicara.

Kami mencoba untuk saling menepati janji, menikmati kerinduan dengan bertasbih kepada-Nya, serta mencoba mensyukuri percintaan halal hanya berdua.

Kemudian aku akan tetap bepergian, dari nol hingga sekian ribu 'mdpl'. Dengan restu dan do'a manis dari Sang Kekasih yang berada di medan juang. Sebagai seorang yang tengah diuji rindu, aku juga layak mempersiapkan diri jika takdir memaksaku untuk 'kehilangan'.

Di sela rutinitas tugas, kami menyempatkan diri untuk merajut jarak yang sempat merenggang, berkelana dengan tetap bergandengan tangan. Mencapai mdpl lebih tinggi, lorong yang lebih kelam, atau meter tebing yang lebih menantang. Aku berharap dia penjelajah, sepertiku dulu.

Hingga suatu hari aku mendapat titipan indah dari-Nya, seorang peri kecil yang lugu, sosok yang harus kujaga sepanjang hidupku. Aku menamainya 'kasih', pelabuhan kedua yang harus kuindahkan dengan asma-Nya.

Kami lantas berajut tali rindu, aku hanya bertugas untuk memastikan bahwa peri kecil itu tidak pernah lupa pada bakti suci ayahnya di pulau seberang. Aku hanya berusaha mendidiknya menjadi generasi Al-Kitab, semoga Tuhan mengijinkanku untuk melaksanakan yang demikian.

Kami hidup di sebuah rumah yang damai, yang senantiasa ramai oleh gaung kitab dan rasa syukur kepada-Nya. Aku sangat mencintai keduanya tanpa melupakan keluarga kecil lain yang pernah kutinggali dulu, ayah ibu dan adik-adikku.

Lantas Ia akan menguji dengan segala macam ujian, bahkan mungkin dengan kematian. Hanya saja aku berharap semoga pasanganku hingga ke surga adalah keduanya, pria hebat dan peri kecil itu.

Entahlah....
Semoga segala kebaikan mampu terjadi
.
.
.
Catatan Remang dari Cilacap
Jumat, 4 Desember 2015 pukul 23.57 WIB
Tertanda, rindu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar