Kamis, 16 Juli 2015

My First Rain Kissing

Kau ternyata tidak sekedar mengajariku bagaimana mengatur nominal uang itu dan memasukannya ke dalam sebuah jurnal, tapi lebih dari itu ! Tanpa sengaja kau mengajari jantung ini sebuah irama kacau tak beralur. Irama yang belakangan ini selalu kurasakan kala dekat denganmu, berbarengan dengan nafas yang tiba-tiba sesaat mata kita bertemu.

Hari ini sama seperti biasanya, kita bertemu di taman kota 3 kali dalam seminggu. Kau mengajariku bagaimana strategi mendapatkan medali emas dalam olimpiade bulan depan.

"Kak, aku boleh nanya sesuatu ?" ucapku terbata karena takut menanyakannya.
"Silahkan Far, kamu mau tahu tentang apa ?" jawabmu dengan senyuman ramah.

Aku terdiam, merangkai kata yang pas untuk disampaikan.

"Kakak masih pacaran sama Kak Anita ?" spontan aku menunduk menghindari tatapanmu.

Dari sudut mata kulihat kau sibuk membereskan buku-buku di hadapanmu. Perasaan kacau menghantuiku, aku menyesal tlah menanyakannya.

"Kita masih pacaran Far" aku menatapmu dengan tatapan yang entah bagaimana. Marah ? Kurasa hatiku begitu, karena sakitnya cukup terasa.

"Tapi sayangnya aku mulai suka sama oranglain. Rasa muakku pada sifat Anita-lah yang membuatku jadi begitu".

"Siapa cewek itu kak ?" mataku membulat mengharapkan jawabannya.

Tiba-tiba terdengar suara petir yang cukup keras dan hujan gerimis mulai turun membasahi bumi. Kau menarikku untuk berteduh, di bawah sebuah pohon yang rindang. Kita tidak sempat berlari ke tempat yang lebih layak, dan tidak sempat juga menyelamatkan buku-buku yang dibawa.

Hujan turun semakin deras, kau menarikku lebih dekat agar air hujan tidak menyentuhku sedikitpun.

Bodoh ! Jantungku berdebar lebih kencang, aku tidak suka kondisi seperti ini. Mata kita sempat bertemu lantas dialihkan, aku sadar kita berdua gugup satu sama lain.

"Emmm soal yang tadi, apa kamu masih penasaran siapa cewek yang aku maksud ?" tanyamu mencairkan suasana.

"Oh, a-aku terserah kakak sih. Mau cerita boleh, nggak juga gak apa-apa". Seperti biasa, aku menjawab pertanyaan orang suka diselingi senyuman. Ekh, tapi dia menatapku lebih lekat. Sontak aku mengalihkan pandangan ke arah hujan.

"Dia, adalah orang yang menyukai rintik hujan". Nalarku yang bodoh berharap kau menyebutkan namaku. Aku lantas menggeleng-gelengkan kepala mengusir pemikiran itu.

"Dia juga menyukai dandelion, entah kenapa ? Dia memang aneh, disaat banyak cewek menyukai mawar dan bunga cantik lainnya, dia malah menyukai dandelion. Sajakku tentangnya adalah tentang dandelion. Tentang sebuah bunga mungil di tepi jalan, yang rapuh dan sangat sederhana. Sangat jarang ada orang yang mampu melihat keindahannya. Ya, jarang" aku meliriknya heran, sebenarnya siapa yang dia bicarakan.

"Dia, yang mendambakan kunjungan ke sebuah ladang bertabur dandelion. Dia yang selalu mengkhayal bisa menemukan ladang itu tepat berdampingan dengan sebuah danau. Dia yang menginginkan kencan ke ladang khayalan itu bersama kekasihnya. Dia yang aneh, aneh sekali"

"Bukkkk"
"Kyaaaaaa, kau kenapa ?" tanyamu emosi karena kupukul dengan gulungan buku.

"Siapa yang kakak bicarakan ? Dia nggak aneh tahu, dia cuma berbeda. Emang apa salahnya suka sama hujan, dandelion dan ladang khayalan itu ?". 

Kau melipat kedua tangan di atas perutmu, menatapku dengan tatapan puas dan senyum yang menyebalkan.
"Kakak pikir kakak nggak lebih waras dari aku ?" aku mengalihkan pandangan karena sebal.

"Hey bodoh !"
"Aww !" kau menjitakku dengan sengaja.
"Kau pikir aku membicarakanmu ?" tanyamu puas. 'Iya ya, mati aku kalau ternyata tebakanku salah'.
"Oh itu, aku cuma nebak aja kok"

"Apa kau menginginkannya ?"
"Apa ?"
"Bahwa kamu adalah cewek yang kakak suka"
'Kenapa wajahku tiba-tiba panas begini ?'
"Bahwa kamu juga cewek yang bisa menggantikan posisi Anita". Kau meraih tangan kananku, meletakkannya di dadamu.

"Disini, kakak merasakan detak itu. Detak yang tidak biasa saat dekat denganmu. Detak yang kakak rasa itu cinta".
Aku larut dalam suasana, hujan tetap mendendangkan senandung romantiknya.

'Beginikah ciuman pertamaku akan dimulai ? My first rain kissing ?'
Aku menutup mataku, lalu tak terasa mulai menangis, merasa bersalah pada Kak Anita. Ya, seharusnya aku tidak merebut siapapun dari kekasihnya. Cinta memang tidak bisa disalahkan, tapi harusnya aku juga bisa mengontrol perasaanku sendiri !

Sepertinya menyadari tangisku, kau memegang kepala dan hanya mencium keningku.

"Maafkan kakak, Far". Lantas kau pergi membelah tirai hujan, meninggalkanku dengan rasa bersalah dan kebingungan. Apa yang bisa kulakukan lagi saat itu selain menangis ? Aku mulai menanyakan alasan Tuhan membuatku jatuh cinta padamu dalam kondisi begini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar