Sabtu, 19 September 2015

Seribu Hari Menanti Hujan #9

Mengeluh bukan cara terbaik untuk menyelesaikan tugas

(Seribu Hari Menanti Hujan - H9)

Malam ini, berusaha menabung puing kertas berwarna ke dalam sebuah botol kaca sisa madu yang dibeli di Darut Tauhid
Berusaha mengumpulkan tenaga untuk beranjak kepada tugas sebenarnya
Ingin pergi ke ujung jalan sana, membersihkan mata yang mulai phobia dengan 'bulat dan warna'
Ingin istirahat karena sedari siang mencintai souvenir sederhana inovasi 'terjepit'

Akh iya, malam ini....
Aku sendu!

Sesekali aku keluar, memandang jalanan dan meresapi irama malam
Suara kendaraan roda dua itu perlahan berkurang, hanya satu dua saja jika dibandingkan beberapa jam yang lalu
Disaat begini biasanya aku ingat rumahku yang dingin disana
Ingat mama, bapak, serta adik-adik yang senantiasa kuajak debat dan berkelahi

Akh iya, malam ini....
Aku rindu!

(Seribu Hari Menanti Hujan - H9)

Namanya, aku....
Yang menyenangi pohon-pohon tak berdaun depan BAAK dan sekitar Amphi
Yang menyenangi aroma tanah saat tersiram hujan
Yang menyenangi semua pohon jambu air di area kampus
Yang menyenangi tulisan rancu tak bermakna
Yang menyenangi bau khas buku-buku lama
Yang menyenangi senja dan dandelion
Yang menyenangi tirai akar di parkiran bawah
Yang menyenangi puluhan layang-layang yang tersangkut di pagar alam Cikapundung
Yang menyenangi lumut-lumut di pepohonan Bukitunggul
Yang menyenangi geotrek amatir Gua Lalay-Tanjung Layar
Yang menyenangi dedaunan kering Gunung Puntang
Yang menyenangi langit biru dan awannya Kareumbi
Yang menyenangi gesekan hujan dan tebing lava bantal di Karang Sambung
Yang menyenangi senandung angin di kaki Manglayang
Yang menyenangimu, sungguh

(Seribu Hari Menanti Hujan - H9)

Waktu itu aku pergi, lagi
Ke Bukit yang katanya Tunggul
Ke puncak yang rimbun
Yang tidak menyuguhkan 'opera awan'

(Seribu Hari Menanti Hujan - H9)

Hei kau yang katanya kecoklatan
Apa kabar? Masih suka baca ya?
Jangan jauh ya, kami (eh, dia) rindu.... :)

(Seribu Hari Menanti Hujan - H9)

Tadi pagi kau menjengukku
Seperti berkata 'Hallo' pada pundak yang berkarat
Ah, maaf!
Aku sudah lupa bagaimana trik membawa dan terbawa perasaan
Ayolah, sekarang aku bercanda

(Seribu Hari Menanti Hujan - H9)

Cengeng.... Masih 'cinta' kah kau padanya?
Masih 'berpuisi' kah tentangnya?
Masih 'bermimpi' kah bersamanya?
Aku tidak terlalu, sepertinya :)

(Seribu Hari Menanti Hujan - H9)

Kau yang kemarin menghadiahiku sebuah liontin
Ingatkah kisah ronab picisan itu?
Apa kau sehat?
Bagaimana hatimu?
Belajarlah untuk setia
Salam rindu, yang pernah membaca suratmu

(Seribu Hari Menanti Hujan - H9)
Bandung, 8 September 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar