Senin, 24 Agustus 2015

"Alan?"

Alan menarik tangan kananku yang hendak menampar Rere.
"Kamu kayak anak kecil tahu gak sih ?", aku menatapnya tajam. Bahkan kilatan muak dalam batin mampu kurasakan dengan jelas.

Aku melepaskan cengkeraman pria itu, "hhhh" mendengus.
"Kamu bilang aku kekanak-kanakan. Terus kamu apa Lan ?". Aku melihat pertahanan terakhirnya goyah karena pertanyaanku.

"Oh.... Aku lupa, kan cuma orang dewasa ya yang berani selingkuh sama temen pacarnya sendiri".

"Plakkkk" dia menerima hadiah yang kusiapkan untuk Rere sebelumnya.

Pemuda itu menatapku kesal sambil mengelus-elus pipinya yang sakit.
"Heh, siapa suruh kamu nyuekin aku terus. Kamu sibuk ngajar lah, sibuk organisasi, sibuk juga ngerjain tugas. Terus waktu buat aku kapan Ra ?"

"Oh jadi ini semua soal itu Lan ? Oke, pergi aja senang-senang sama cewek itu. Aku sekarang sadar, ini semua salah aku. Salah aku karena terlahir dari keluarga tidak utuh. Salah aku juga kalau ditakdirkan sibuk nyari duit sendiri untuk bayar kuliah karena gak mau nerima duit dari Ayah sialan yang selalu mukulin aku sama Ibu. Silahkan, pergi aja sama cewek itu. Asal kamu tahu ya Lan, di luar sana dia punya puluhan cowok buat dikencani serta diperas kantong dan bensinnya"

"Shit, tahu apa kamu tentang Rere. Kenal aja baru sekarang kan, hah ?"

'Alan, Alan, asal kamu tahu kalau dia itu mantan sahabat yang pernah tega juga berkencan dengan Ayah aku' lirihku dalam batin.

Aku hanya menatapnya, menahan cacian selanjutnya.
"Ok, terserah. Kita putus" Rere menyunggingkan senyum puas hingga Alan menariknya pergi dari hadapanku.

Aku rubuh dan mulai menangis sejadi-jadinya. Apa yang bisa aku perbaiki sekarang, semuanya bahkan sudah terlambat.

Alan, dia adalah orang yang selama dua tahun ini bersamaku. Setia dan menjadi salah satu penyemangat hidupku yang kacau balau setelah perceraian Ayah dan Ibu.

Mungkin itu dulu, bagaimana mungkin dia berubah secepat itu. Apa ini hukuman karena kesibukanku? Tapi apa Tuhan bisa memberikanku waktu lebih untuk memperbaikinya? Sialnya aku sangat mencintai pria itu.

"Ya, aku sayang sama kamu bodoh. Aku rela diduain, tapi jangan sama cewek itu! Aku takut kamu bakalan sakit hati...." aku melanjutkan tangisanku sampai tiba-tiba seseorang menyodorkan sapu tangan yang kukenal.

"Alan?" aku melonjak kaget karenanya, sedangkan pria itu hanya menyeringai puas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar