Senin, 24 Agustus 2015

Kencan Pertama

Rabu, 10 Desember 2014

Detik-detik berlari pergi, dengan gugup sesering mungkin aku melihat jam beker di depanku. Masih pukul 09.45 WIB, 15 menit lagi !!

“Rambutku udah rapi belum ya ?” tanyaku sendiri.

“Ya Tuhan, aku gugup sekali. Tolong tenangkan aku….” Gerutuku keras di dalam mobil.

Oh iya, ini adalah pertemuan pertama kami setelah empat tahun berpisah kota. Aku di Semarang dan berkutat dengan rupiah akuntansi, sedangkan dia di Lombok dan asyik dengan dunia Manajemen Bisnis-nya.

Tapi awal pertemuan ini memalukan. Ya, akulah yang mengundangnya ke kota tempat domisilinya Lawang Sewu ini ! Lewat sebuah akun media social aku mengajaknya untuk bertemu dan reuni-an ( Reuni, terlihat sekali alibinya bukan ?)

“Berdua ? Ok, tapi kamu harus janji mau jadi tour guide-nya ya. Aku juga belum hafal Semarang kok ;)“ Jawabnya waktu itu.

Aku mengambil binder kesayanganku, menyapa sebuah foto di halaman pertamanya. Dia memiliki senyum yang hangat dan sorot mata yang tajam. Sorot mata yang selalu bisa menyusupkan aura semangat dan ketenangan di dalam hati. Ya, setidaknya itu bukan hanya opiniku saja :)

“Foto ini tidak akan berguna untuk hari ini” gumamku tersenyum puas.

Memoriku melesat ke masa putih abu, masa di saat kami menjalani tiga tahun bersama. Di kelas dan organisasi yang sama juga.

‘Ah, masa indahku’. Ya ! Kami hanya berteman biasa, dia terlalu berkilau untuk dimiliki. Dulu aku hanya bagai robot organisasi dan abdi akademik. Tidak lebih, bahkan aku seakan terlalu sibuk untuk sekedar membicarakan hati dengan lelaki.

Namanya Ikbal. Pemain basket andalan sekolah, wakil ketua OSIS dan Ketua Murid yang baik. Digandrungi banyak orang karena paras dan kepopulerannya. And finally, aku nyerah untuk sekedar menunjukkan perasaanku.

Namun pertemuan ini sudah kurencanakan empat tahun lalu. Aku hanya ingin mengatakan rasa suka ini, membebaskan diri dari janji mengucapkannya. Entah apa reaksi Ikbal mendengarnya, namun sungguh aku tidak berniat untuk memilikinya. Aku hanya ingin dia tahu perasaan yang kupendam selama tujuh tahun ini, tidak lebih ! Semoga.

Cuplikan memoriku beralih ke drama Tuhan di malam Prom. Saat itu kami dinobatkan sebagai raja dan ratu dansa, walau sebenarnya dia datang dengan cewek lain ke pesta itu.

*****

‘Kau sangat tampan’ kalimat yang kuteriakkan dalam hati saat Kepala Sekolah memberikan mahkota indah kepadanya.

MC menyuruh kami menyalakan kembang api pertama dan dia menggenggam tanganku untuk pertama kalinya. Aliran panas dan dingin bertarung menguasai tubuhku saat itu.

“Kok tangan kamu dingin ya, Nad ? Kalau gitu jangan marah ya kalau aku megangnya agak lamaan. Hahaha” ucapnya slenge’an. Aku hanya tersenyum datar, padahal sisi lain dariku malah melompat-lompat kegirangan.

Dia mempererat genggaman tangannya tepat saat kembang api pertama memekik membelah langit malam.

“Aku suka sama kamu, Ikbal” ucapku pelan sambil tetap melihat gemerlap langit malam.

Dengan wajah (yang mungkin) merah padam aku meliriknya, berharap dia merespon walau hanya dengan wajah heran. Tapi aku salah ! Dia malah tetap bersorak dan asyik sendiri melihat pertunjukkan kembang api itu.

Saat itu aku yakin bahwa itu bukan saatnya, mungkin aku harus menunggu lebih lama lagi. Dan merasa ingin direspon merupakan pertanda ketidaktulusan. Tapi tetap saja, rasanya diacuhkan itu sakit !

Spontan aku menangis karena kecewa, lalu mengusap air mata itu dengan telapak tangan kirinya.

‘Ya ampun aku lupa kalau tangan kami masih berpegangan !’

“Kamu sakit, Nad ?”

“Hah ? Nggak kok, aku cuma sedih aja bakal pisah sama ka…. kalian” jawabku sekenanya.

“Oh tenang aja, Nad. Kita pasti ketemu lagi kok. Aku janji suatu saat nanti semuanya bakal berubah, akan tiba waktunya kita bisa berteriak tanpa sungkan di dengar orang. Semua akan berakhir indah, yang terjadi di sekolah ini biarlah terjadi di sini. Senang, susah, dan hal lainnya tinggalkanlah di sini. Biarkan mereka pergi tinggi bersama kembang api itu. Sekarang kita hanya perlu menata hidup dan mempersiapkan diri menghadapi dunia”. Aku menatapnya kosong, sibuk berkutat dengan pikiranku sendiri.

“Ekh gak ngerti ya ?” dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

“Aku juga gak ngerti aku lagi ngomong apa. Hahaha” tawanya konyol menghangatkan suasana.

*****

“Tok, tok, tok. Mbak, bisa mundurkan mobilnya sedikit ? Pelanggan kami yang lain mau memarkirkan mobilnya juga”. Kemudian lamunanku semua buyar dan terfokus ke omongan Pak Satpam di restoran itu.

“Iya sebentar ya pak” jawabku sambil mulai mengikuti arahan bapak itu.

Tiba-tiba jantungku berdegup kencang melihat pria berjaket hitam masuk ke dalam restoran. Dari perawakannya, aku merasa mengenalnya. Mengenalnya dengan sangat dekat !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar