Rabu, 23 Maret 2016

De Javu.

Sekali lagi, kuperhatikan Kota Kembang dengan tatapan sedih yang tertahan. Kota yang nampak semakin kecil seiring naiknya pesawat yang kutumpangi itu, akan selalu teringat dalam hati dan pikiran. Kota yang mempertemukanku dengan seseorang yang tersebut sebagai keju.

Aku menarik nafas panjang, menutup mata lantas bersenandung tentang lagu rindu yang kuciptakan di Teras Cikapundung senja kemarin.

"Selamat tinggal keju, semoga Tuhan menjagamu untukku...." bait terakhir yang kulafalkan dengan sedikit pilu, nyatanya juga memantik bulir bening yang sedari tadi menggantung ragu di kedua sudut mataku.

Waktu curang, mereka berlari terlalu cepat! Padahal aku masih senang ada disini.

Aku masih senang menatap senja dari atap kosan, menatap malam dari balkon sekre, lantas menatap keju dari kelam dan hening yang berkawan.

Iya! Kemanapun aku pergi, nyatanya dengan sengaja aku juga mengajak keju untuk pergi bersamaku_walau dia hanya berwujud kenangan manis yang sedikit menyakitkan dan candu.

Biar, biarkan saja semua ini. Toh mencintainya sudah menjadi suatu kebiasaan yang sulit hilang.

"Selamat tinggal keju, semoga setiap hari Tuhan berkenan memberimu bahagia.

Selamat tinggal, jangan cemas_kau akan selalu menjadi keju-ku.

Keju yang selalu bermain dalam otak dan hati polosku.

Keju yang manis, yang selalu terindukan di setiap senja.

Keju yang meninggalkan bayangannya di pelupuk mataku.

Keju yang mungkin akan kutemui lagi suatu saat nanti."

"Selamat tinggal keju, semoga Tuhan menjagamu untukku...." sekali lagi, lantas bait itu terlafalkan dengan tangisan.

Biar, biarkan saja semua ini. Toh mencintainya sudah menjadi suatu kebiasaan yang sulit hilang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar