Kamis, 17 Maret 2016

Hadiah dari Jane Austin

Aku menatap kedua sepatu itu lekat-lekat, lantas menggores beberapa motif bunga yang terlukis di sampingnya.

Sedikit tertawa, aneh.
Jane Austin menghadiahkan sebuah cerita yang manis tapi menyedihkan, mengenai sebuah cinta yang disalahpahami. Mengenai persahabatan yang terlampau hangat.

Aku jadi ingat kisah beberapa tahun lalu, saat aku masih terbiasa dengan rok abu dan baju putihnya.

Aku terlalu menyenangi sahabatku, hingga merelakan seseorang untuk dia miliki.

Tampak seperti kebodohan yang disengaja? Padahal bukan, menurutmu siapa orang yang dengan rela disakiti? Kecuali orang bodoh tentunya.

Dan kau, apa kau mengira aku bodoh?
Keterlaluan, aku mengutuk kejujuranmu dan kebenaran kisah itu.

Hadiah dari Jane Austin, mengajarkan sedikit hal unik kepadaku. Bahkan merelakan dan direlakan adalah dua hal yang berkaitan, yang harus ditempatkan sesuai ruang dan masa yang tepat.

Jangan menyalahpahami cinta, apalagi membuatnya nampak rumit karena terbumbui oleh egoisme diri dan keterpaksaan. Jalani saja seperti kita bernafas, berkesinambungan tanpa berusaha untuk kembali ke hembusan nafas sebelumnya, atau tidak juga berusaha untuk memburu nafas selanjutnya.

Begitu saja, hadiah yang sederhana Jane.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar